Contoh Drama Mencari Cinta Enam Orang
Ini adalah Drama seseorang yang sedang mencari cinta sejati dengan gayanya sendiri,mari kita simak saja.
Berikut Contoh Drama yang berjudul Akhir Pencarian diperankan oleh 6 orang :
Berikut Contoh Drama yang berjudul Akhir Pencarian diperankan oleh 6 orang :
AKHIR PENCARIAN
Posted by Rozi Nur Madani of SMK N 1 AMPELGADING 2018
Rahma
adalah anak dari seorang pejabat dinas kesehatan di bandung. Ia merupakan sosok
33gadis yang manis, ramah, dan baik hati.
Ia memiliki teman yang bernama mahfudz yang anak seorang janda berprofesi sebagai
asisten rumah tangga. Mereka sangat akrab dari kecil, hingga ketika mereka beranjak
dewasa rasa cinta pun mulai muncul pada diri keduanya.
Rahma :
“Fudz, nanti pulang bareng yuk!”
Mahfudz :
“Tapi aku jalan kaki nih.”
Rahma :
“Udah gpp akut emenin”
Mahfudz :
“Beneran?”
Rahma :
“Iya, bawelnih.”
Mereka
pun pulang bersama. Hampir tiap hari mereka selalu bersama. Hingga pada suatu hari
Rahma tidak masuk sekolah. Mahfudz sangat kebingungan mencarinya. Hingga akhirnya
ia beranikan diri untuk bertanya kepada guru BK kelas Rahma.
Mahfudz :
“Permisi pak?”
Pak Arman : “Iya, silahkan masuk.”
Mahfudz : “Maaf pak, saya mau Tanya tentang Rahma,
akhir-akhir ini kok dia jarang terlihat di
Sekolah, apakah bapak tahu ia kemana?”
Pak Arman : “Oh…. Si Rahma, 3 hari yang lalu ia mengajukan
surat pindah sekolah.”
Mahfudz : “Pindah? Kemana ya pak?”
Pak Arman : “Pindahnya kalau tidak salah ke Boyolali.”
Mahfudz : “Oh..Jauhya, yasudah terimakasih pak.”
Pak Arman : “Iya sama-sama.”
Mahfudz pun merasa bingung,
mengapa Rahma tidak memberitahunya jika akan pindah. Padahal mereka sudah sangat
dekat dari kecil.
“Mengapa sangat mendadak seperti
ini??” ujar mahfudz dalam benaknya.
Ia pun akhirnya pulang kerumah
dengan jalan kaki seperti biasanya. Sesampainya di rumah ia terkejut mendengar berita
dari ibunya.
Mahfudz :”
Assalamu’alaikum bu” (sambil cium tangan)
Ibu :”
Wa’alaikumsalam, eh kamu udah pulang Fudz?”
Mahfuidz : “Iya bu”
Ibu :
“Ada yang mau ibu omongin sama kamu, kamukan temennya Rahma kan?”
Mahfudz :
“Iya bu, tapi sekarang dia tidak lagi di sini”
Ibu :
“Lho? Kemana dia?”
Mahfudz :
“Dia udah pindah ke Boyolali bu.”
Ibu “Sejak
kapan?”
Mahfudz :
“Kata guru BK sih 2 hari yang lalu.”
Ibu :
“Oh… bukankah dia anak pejabat kesehatan kan?”
Mahfudz :
“Iya bu benar”
Ibu :
“Namanya siapa?”
Mahfudz :
“Pak Hamid”
Ibu :
“Abdul Hamid?”
Maffudz :
“Iya, kok ibu bisa tahu?”
Ibu : “Ini di Koran ada berita korupsi
dengan tersangka namanya Abdul Hamid dari Dinas Kesehatan” (sambil memberikan koran)
Maffudz : “Iya bu, ini benar ayahnya Rahma”
Ibu : “Jadi, mungkin ini alas an Rahma
pindah nak.”
Mahfudz : “Bu, aku mau kerumah Rahma sekarang,
ingin memastikan kebenaran berita ini.”
Ibu :
“Iya sudah, hati-hati ya nak”
Mahfudz :
“Iya bu”
Dengan
mengayuh sepedanya, Mahfudz pun bergegas menuju rumah Rahma. Keringat mulai membasahi
tubuh Mahfudz, hingga akhirnya sekitar 15 menit ia sampai di depan gerbang bewarna
emas yang sudah disegel oleh KPK.
“Kok
sepi sekali” gumam Mahfudz dalam hati.
Di
tengah-tengah lamunannya yang menatap rumah besar itu, tiba-tiba ada suara yang
terdengar seperti memanggil namanya. Ternyata suara satpam rumah sebelah.
Pak Satpam : “Dek? Dek? Sedang cari apa?”
Maffudz : “Oh… pak satpam, ini pak saya lagi mau
cari tahu keberadaan Pak Hamid, apakah bapak tahu di mana beliau?”
Pak Satpam : “Pak Hamid, saat 2 malam yang lalu itu beliau
dan keluarga saya lihat buru-buru pergi, beliau juga membawa banyak koper,
mungkin mau pindahan saya kira”
Mahfudz : “Lha kalau rumah ini disita sejak kapan
pak?”
Pak Satpam : “Kalau ini baru tadi pagi dek, emangnya kenapa
ya?”
Mahfudz : “Tidak ada apa-apa pak, saya hanya mencari
teman saya, anaknya Pak Hamid”
Pak Satpam : “Oh… iya mereka sudah pergi, saya juga membantu
memasukan koper kemobilnya, ya sudah dek saya tinggal dulu, takut dicari bos saya.”
Mahfudz : “Iya pak terimakasih”
Pak Satpam : “Sama-sama” terdengar suara itu agak lirih
karena semakin menjauh.
Mahfudz pun terdiam sejenak
seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia masih heran mengapa secepat
ini hartus berpisah dengan Rahma. Akhirnya ia pulang dan mulai sekarang ia hanya
akan berjuang untuk ibunya yang telah membesarkannya seorang diri tanpa adanya sosok
seorang ayah di tengah-tengah mereka. Karena ia ingat pesan ibunya “Kalau jodoh
pasti akan bertemu lagi.” Hingga akhirnya Mahfudz lulus dan masuk keperguruan tinggi
yang ia minati dengan jalur beasiswa. Ia memang murid yang sanagat berprestasi.
Suatu hari ia diminta untuk
menjenguk dosennya, Pak Hambali namanya. Dosen yang sangat akrab dengannya.
Tepat pukul 10 Mahfudz sampai di rumah sakit.
Mahfudz :
“Permisi mbak, mau Tanya pasien atas nama Pak Hambali dirawat di ruang berapa ya?”
Rahma :
“Sebentar mas saya cek dulu”
Terdengar
suara yang sangat halus nan menyejukkan kalbu. Sejenak mahfudz terdiam. Ia merasa
sangat mengenal suara itu, namun ia tak ingat suara siapa itu. Ia perhatikan wajahnya.
Seperti sudah sangat mengenalnya. Namun ia tak berani untuk bertanya padanya.
Rahma :
“Pak Hambali berada di ruang Melati 11 mas.”
Mahfudz :
“Iy mbak terimakasih”
Mahfudz pun bergegas menuju ruang rawat
Pak Hambali.
Mahfudz :
“Permisi pak?”
Pak Hambali : “Iya silahkan masuk, eh kamu fudz”
Mahfudz :
“Iya pak, bagaimana keadaan bapak? Sudah mendingan?”
Pak Hambali : “Iya seperti ini, masih agak eneg nih perutnya.”
Mahfudz :
“Syukur kalau sudah mendingan. Eh iya pak, bapak tahu nggak itu resepsionis
di lobi namanya siapa?”
Pak Hambali : “Yang mana? Yang muda itu? Dia rahma namanya.”
Mahfudz : “Oh… Rahma.” (jadi benar tebakkan ku)
gumam dalam hati.
Pak Hambali : “Iya, kenapa? Kamu naksir?”
Mahfudz : “Enggaklah pak hehehe”
Mereka sangat asik berbincang
hingga tak terasa sudah 1 jam Mahfudz menjenguk Pak Hambali. Karena jam jenguk sudah
habis, Mahfudz pun pamit pada Pak Hambali untuk pulang. Sesampainya di depan rumah
sakit, dari seberang jalan ia melihat sang resepsiopnis tadi alias Rahmah endak
menyebrang. Namun dari arah yang lain ia melihat mobil dengan kecepatan tinggi.
Mahfudz pun reflex dan berlari untuk menyelamatkan Rahma. Ia berlari sangat kencang
dan mendorong Rahma ketepi jalan. Namun naas justru ia yang tertabrak mobil tersebut.
Dengan segera Rahma pun menghampiri Mahfudz yang telah berlumuran darah.
Rahma :
“TOLONG…. TOLONG….”
Mahfudz :
“Kamu nggak apa-apa Rahma?”
Rahma :
“Lho?? Mas ko tahu nama saya?”
Mahfudz :
“Ini aku Ma, Mahfudz.” Dengan suara yang tertatih ia memberitahu Rahma.
Sontak
Rahma pun menangis.
Rahma :
“Ya ampun Mahfudz… ayo kita kerumah sakit sekarang.”
Mahfudz : “Tidak perlu, aku rasa ini akhirku,
aku sudah sangat bahagia bisa menemukan mu di sisa umur ini.”
Rahma : “Jangan bicara seperti itu, kamu akan
baik-baik saja. TOLONG… TOLONG…”
Mahfudz : “Sudahlah, rahma aku hanya ingin mengatakan
yang tidak bisa aku katakana kekamu dari dulu, bahwa aku mencintai kamu dari dulu.”
Rahma : “Aku juga Fudz, aku juga, makanya
ayo kita kerumah sakit.”
Mahfudz : “Aku bahagia mendengar jawaban itu dari
mu, kutunggu kau di surga, tapi jangan datang terlalu cepat ya, nikmati hidupmu.”
.” Ucapan terakhir Mahfudz dengan nafas terakhirnya.
Rahma : “MAHFUDZ….” Teriaknya.
Mahfudz pun meninggal dengan
senyuman karena berhasil menemukan cinta sejatinya yang telah lama ia cari.
SEKIAN
Comments
Post a Comment